Selasa, 22 September 2009

ANALISA POLITIK BARA-NI TERHADAP PEMERINTAHAN YANG BERKUASA HINGGA TAHUN 2005

Kondisi daerah – daerah lain tidak jauh beda kondisinya bahkan lebih mengalami kerusakan, terutama dari segi lingkungan sebagai efek dari developmentalisme ekonomi sebagai kebijakan pemerintah terpopuler. Dengan akal pasar bebas, kini pemerintah telah memiliki alat legitimasi tak berdosa untuk semua kenaikkan harga yang terjadi. Dengan semangat mondernitas, berbagai pemerintah kota telah menata kota dengan semangat metropolitanisme yang terang benderang terutama untuk para elit kota yang terus haus akan prestise, harta dan kemewahan diri. Sementara rakyat penghuni asli yang selalu terlambat kesadarannya tergusur kian kepelosok-pelosok kota .Mata pencaharian utama masyarakat berganti dari petani, nelayan menjadi buruh dipabrik-pabrik ataupun sebagai pekerja di lapangan pekerjaan yang tidak akan pernah dibanggakan oleh anak cucunya di generasi yang akan datang seperti PT . Indorayon/ TPL ( Toba Pulp Lestari ) di Porsea dan PT.Newmonth di Sulawesi. Pemerintah yang perkasa dan modern memaksa untuk menerima efek dari fluktuasi melemahnya rupiah terhadap dollar dengan cara menaikkan harga BBM yang otomatis diikuti dengan kenaikan harga lainnya terutama harga sembako. Parahnya , masyarakat telah mengamini ini sebagai takdir olehnya masyarakat kini harus terus menanggung beban hidup yang terus memberat sementara berbagai lapangan pekerjaan semakin menjauhkan diri. Berbagai kebijakan ekonomi telah menciptakan jurang perbedaan yang mencolok antara yang miskin dan yang kaya dan bahkan semakin memberi peluang bagi yang kaya untuk terus bereksistensi merompak dan menumpuk kekayaanya tanpa pernah memperhatikan lingkungan sosial kemasyarakatan sekitarnya dan hal ini juga telah diamini oleh pemerintah .

Di bidang sosial politik, moment Pemilu Nasional dan pilkada di berbagai kabupaten ataupun kota hanya menjadi moment agenda politik yang kian melukai hati rakyat dan membunuh demokrasi yang diagungkan itu sendiri. Demokrasi berjalan tanpa makna bagi rakyat. Pemilu dan pilkada daerah/kota hanya menjadi pestanya para penguasa yang sangat membosankan bagi para demokrat sejatinya. Sikap tidak pernah menghargai sejarah perlawanan rakyat dan peradaban suku bangsa oleh pemerintah kini telah menuai hasilnya. Disintegrasi NKRI seakan telah dan tak akan dapat di elakkan . Berbagai penanganan yang keliru hanya membuat semangat disintegrasi semakin berkobar tidak semakin surut . Pemberontakan di Aceh , Papua dan Rakyat Maluku Selatan ( RMS ) dan lepasnya Timur-Timur semakin menjanjikan NKRI hanyalah mimpi di siang bolong. Berbagai kebijakan tidak populis kini telah diagendakan kembali menuju pemasungan rakyat kembali bahkan lebih parah dari pada masa orde baru : salah satunya adalah KEPPRES No.36/2005 yang telah memberikan pertanda bahwasannya pemerintah dapat represif memaksakan kehendaknya dalam memanfaatkan berbagai kebijakan politik untuk menjalankan agenda ekonominya yang tak kurang sama dengan ciri pembangunan pada masa orde baru yakni menggusur paksa rakyat dari tanah dan kehidupannya dengan alasan kepentingan pembangunan ekonomi nasional . Alasan pemekaran jikalau tanpa diikuti dengan pembangunan kesadaran masyarakat hanyalah merupakan spekulasi politik para elit penguasa ekonomi untuk dapat menjarah dan merebut ruang ekonomi dan politik kekuasaan hingga kepelosok-pelosok desa dan para pemodal besarlah yang menuai hasilnya. Kehidupan sosial – politik , hukum dan kemasyarakatan negeri ini bertuhankan pemodal dan berperadaban culas , primitive dan menaifkan diri. Tidaklah mengherankan bahasa demokrasi serta keintelektualan yang ada ( topeng ) tak dapat ditangkap maknanya oleh rakyat karena kata dan laku yang berbeda .

Peristiwa Tsunami dan Gempa ditahun 2005 yang tak dapat dielakkan dan ditambah dengan naikknya berbagai bahan-bahan sembako sebagai konsekuensi kebijakan menaikkan BBM oleh pemerintah telah sangat-sangat menyengsarakan seluruh rakyat diberbagai pelosok tanah air, tak terkecuali rakyat Nias dan Aceh . Telah dapat dipastikan tanpa penanganan yang serius, sifat bantuan ataupun kompensasi yang diberikan hanya akan semakin meninabobokan rakyat dan melahirkan ekonomi semu atau ketergantungan ditengah-tengah masyarakat .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar