Selasa, 22 September 2009

SEKILAS MENGENAI BARA-NI

“BARRRRANI………LAWAN !!!!


Itulah pekik yang biasa dikumandangkan kawan-kawan BARA-NI, terutama ketika berada dalam diskusi-diskusi bertemakan pergerakan, tertanamkan sejak permulaan hadirnya kelompok yang saya definisikan kelompok perlawanan ini. Secara History BARA-NI dikumandangkan pertama kali oleh kawan-kawan Mahasiswa terutama yang ketika itu, sedang aktif berkuliah di salah satu Universitas di Jl. Setia Budi yang terletak di Tj.Sari – Medan. Alkumulasi kegelisahan mengenai Kab.Nias ( belum termekarkan Nias Selatan ) yang masih dalam kondisi serba Ter yakni tertinggal, tertindas, terisolir, termiskin ( ter- IDT ) terpinggirkan dan barangkali Ter KKN pada akhir Tahun 2000, menghasilkan demonstrasi-demonstrasi oleh kelompok yang menamakan dirinya BARA-NI (Barisan Anak Rakyat Nias). Secara history kemunculan nama kelompok ini tidak terlepas dari pertumbuhan pergerakan yang dimotori oleh mahasiswa di Medan serta erat hubungannya dengan situasi perpolitikan nasional Indonesia berikutnya. Tak diduga waktu terus bergerak, pergerakan oleh kawan-kawan BARA-NI juga sudah semakin represif /radikal terutama di Nias dan di Sumatera Utara pada umumnya dimana berikutnya turut hadir organisasi sejenis lainnya di berbagai daerah dan kurang lebih berada pada tataran watak yang tak jauh berbeda, yakni : Formaken (Forum mahasiswa kenjahe/Tanah Karo), Barsitt (Barisan Anak Rakyat Sibolga – Tapanuli Tengah) dan Komersil (Komunitas Muda Rakyat Siantar Simalungun) tak terkecuali Komentar ( Komunitas Mahasiswa Tj. Sari) yang juga telah mengalami berbagai dialektika bentuk/nama sejak 98-an. Fase kelompok-kelompok pegerakan arah Tj. Sari ini setelahnya dipenuhi dengan fase perjuangan bersama dengan rakyat. BARA-NI dilihat dari history dan dialektika perkembangannya tidak merupakan kelompok/ organisasi paguyuban dengan landasan etnis, primordial namun merupakan sinthesa terhadap situasi perpolitikan nasional ketika itu yang sangat disadari bahwasanya kebijakan desentralisasi politik kekuasaan akan di ikuti juga dengan desentralisasi politikus/ penguasa (dari pusat ke daerah) yang tentunya daerah secara otomatis akan menjadi ruang potensial untuk penindasan yang diikuti dengan penjarahan besar-besaran hak-hak rakyat oleh mereka para pelaku profit oriented di kursi kekuasan yang notabene besar di jaman SOEHARTO dan tentunya watak anti rakyatnya kurang lebih juga sama dengan beliau tersebut melakukan terjun bebas dari Jakarta menuju daerah menumpang isu desentralisasi kekuasaan dan meniupkan isu putra daerah sebagai isu pelicinnya menuju singgasana kursi kekuasaan Bupati ataupun DPRD. Oleh karenanya BARA-NI secara history dan watak pergolakkannya tidak hanya bergulat di tingkat isu Nias semata-mata tetapi juga telah mengikat diri secara watak dan garis dengan kelompok-kelompok perlawanan yang tumbuh dan berkembang di Sumatera Utara bahkan terhadap kelompok pergerakan muda se-Indonesia sampai dengan saat ini.
Kelompok ataupun komunitas yang memiliki semangat kolektivitas yang tinggi ini juga mengalami pasang surut perkembangan organisasi sebagai mana juga pasang surut militansi pelaku organisasi yang menjadi motor penggeraknya. Menjadi sebuah hal yang menarik : “Mampukah komunitas yang hanya berpegangan pada statuta sebagai ayat-ayat sucinya (garis, metode berkomunitas dan watak pergerakan) bertahan-solid dan mewujudkan Rakyat Nias yang adil dan sejahtera ? Di tengah keberadaanya sebagai komunitas atau kelompok yang diamini sebagai organ pergerakan yang berjuang untuk rakyat kedepan dipulau Nias yang tengah di zalimi kekuatan rakyat-nya ini ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar