Selasa, 22 September 2009

KONDISI PERGERAKAN

“Kaum pergerakan selalu akan memiliki, menciptakan , mewujudkan dan mengisi serta menempati dunianya sendiri.”



Dari masa ke masa, sejarah pergerakan memiliki keistimewaan untuk melahirkan kreasi dan daya cipta yang tinggi , berpengaruh terhadap peradaban dan realitasnya memiliki efek politik yang sangat menentukan digenerasi berikutnya atau dimasa keberadaanya minimalnya tergoreskan menjadi catatan untuk dikenang. Komunitas dengan ruang besar Negara adalah kreasi dari sejarah pergerakan itu sendiri. Demikian halnya NKRI adalah alkumulasi kreasi dari semangat pergerakan akan nasional Indonesia. Bung Karno, Bung Hatta, Bung Tomo, Sisingamangaraja, Pattimura, Cut nyak Dhien, dan para pejuang lainnya di masa perang kemerdekaan memberikan makna perjuangan serta efek kreasi pergerakan di setiap masyarakat dimana mereka bergerak..

Sejarah pergerakan di Indonesia masih sangat terlampau gelap dan bahkan sengaja diabaikan. Tidak menjadi catatan penting bagi para pengisi kemerdekaan dimasa kini, olehnya cerita perjuangan kaum pergerakan seakan berupa onggokan sejarah usang bagi pemerintah yang tak patut dilihat , diraba, didengar dan ditangkap makna terdalamnya. Sangat naïf, jikalau mencampakkan sejarah oleh karena masa depan adalah oleh Karena masa lalu, maka tak heran bangsa yang tak pernah menghargai sejarah adalah bangsa yang tak akan pernah maju . Sejarah perjuangan negeri ini terputus dan tak terungkap tuntas sebaliknya dibungkus dengan rapi untuk kepentingan politik oleh segelintir rezim yang ingin terus berkuasa , merompak dan menikmati berbagai kekayaan daerah dari berbagai pelosok tanah air Indonesia , maka kita tidak heran disintegrasi NKRI akan menjadi cerita bersambung yang menarik di seantero kepulauan indonesia.

Negeri Indonesia ini dibingkai dengan sangat baik oleh para pejuang terdahulu, seluruh kepulaun dirangkai menjadi kesatuan yang indah dalam nama NKRI, berbagai jong-jong dengan semangat kedaerahan disatukan dalam semangat nasionalisme perjuangan Indonesia merdeka adil dan sejahtera. Tahun 1945 terakumulasilah daya kreasi kaum pejuang pergerakan dipimpin oleh Soekarno dan Bung Hatta “ Indonesia Merdeka “ . Di tahun 1965 atau 20 tahun setelah negeri ini di merdekakan terjadilah pergantian di kursi kekuasaan puncak Negara Indonesia. Jenderal Soeharto menjadi pemain utama dan menjadi presiden ke-2 setelah Soekarno.Tidak hanya pergantian kekuasaan tetapi pembantaian besar-besaran terhadap umat manusia juga terjadi setelahnya . Komunis atau PKI ataupun ajaran Marxisme menjadi momok atau barangkali hantu yang sangat menakutkan bagi rezim ini, ada apa ? dan disebarluaskan diseluruh pelosok negeri dengan menggunakan fasilitas kekuasaan, politik yang telah direbut dari tangan presiden Soekarno. Jutaan rakyat Indonesia menjadi korban kebiadaban politik kekuasan, sejarah baru terbangun kembali . Cerita ini telah menjadi dongeng disetiap tidur bahkan membubui hingga kedunia pendidikan tak terkecuali TK sampai dengan Perguruan Tinggi. Lebih ramai versinya dari pada masa perang kemerdekaan dengan semboyan “ hidup atau mati “. 32 Tahun Soeharto memimpin negeri ini ( lebih lama dari pada Soekarno ) telah memberikan daya kreasi tersendiri juga terutama dalam mengisi kemerdekaan dengan konsep pembangunan-ismenya dan konsep ekonomi tirkle down effect ( efek ekonomi menetes kebawah ) atau Top Down Economic.Tak terkecuali di bidang politik dan sosial maka kisah anti bau Marx atau Komunis atau kiri telah menjadi strategi jitu Soeharto untuk lepas dari baying-bayang nama besar Bung Karno, stigma bagai hantu diseluruh Indonesia . Sehingga di jaman Soeharto ini terjadi pengalihan sejarah , esensi perjuangan kemerdekaan serta pembangunan kekuatan sosial politik anti rakyat dan berlindung dibawah paying Golkar dengan Soeharto sebagai Panglima Gerakannya. Soeharto dengan rezimnya telah berhasil memudarkan semangat pergerakan yang dirintis oleh kaum pergerakan kemerdekaan’45. Isu Komunisme telah menjadi ajang konsolidasi rezim yang efektif serta konsolidasi kaum-kaum feodal , tuan-tuan tanah , kaum borjuis negeri ini semata-mata sehingga sejarah telah tertanggalkan dari isi, makna dan pengorbanannya yang tersisa adalah simbolitas NKRI serta pergantian merah putih yang tak lagi sakral dan suci namun memudar seiring dengan semangat disintegrasi disetiap daerah. Hutang Negara ditanggung oleh rakyat, Imperialisme ekonomi, sosial dan politik perlahan-lahan telah merasuk dan membunuh rakyat di negerinya sendiri. Maka , melawan Soeharto adalah Komunis , tak terkecuali para mahasiswa dan elemen pergerakan lain yang berjuang bersama demi kepentingan rakyat, demikian stigma dan penggelapan sejarah pergerakan yang telah menyimpang sejak rezim Soeharto.

Tahun ’98 menjadi Tahun emosional kaum muda pergerakan yang telah mulai dibangunkan dari tidur lelapnya dalam riak pengelitan mahasiswa sebagai kaum intelektual . Rakyat telah tertindas secara sistematis, Sejarah telah tertanggalkan dari isi, makna dan pengorbanannya, sentralistis politik dan kekuasaan pemerintahan telah meletakkan kekuatan politik dan ekonomi di tangan segelintir elit. Represifnya militer telah membongkar aib, dan menyadarkan kaum pergerakan bahwasannya “ stabilitas negeri dibangun dengan popor senjata tidak dengan kesadaran yang ada. “ Pergantian presiden berikutnya yakni Habibie, Gus Dur dan Megawati tak banyak memberikan kontribusi apa-apa bagi pondasi bangsa yang telah tercerai berai . Para elit ini terlalu memakai bahasa tinggi yang tak dapat dimengerti oleh rakyat, lebih suka berguyon ria ataupun meneriakkan kata demokrasi sebagai topeng kekuasaan tanpa makna kerakyatannya. Alhasil nasionalisme masih sangat semu, “ nation indonesia“ masih berupa seonggok cerita usang, alhasilnya di Tahun 2005 ini Jenderal SBY ( Soesilo Bambang Yudhoyono ) dengan partai demokratnya kini telah menjadi pemimpin negeri amburadul ini yang barangkali juga akan melanjutkan spekulasi politik , gaya dan orientasi ekonomi – politik pada jaman Soeharto , dapat kita lihat dari semangatnya mengamati fluktuasi rupiah terhadap dollar AS sebagai symbol bangsa yang akan tergadaikan , terjual oleh karena produksi rakyat harus dapat dinilai dengan kepentingan dollar AS.

Kaum pergerakan 98 adalah kaum emosional . Cerita pergerakan sejak dan setelah nya adalah tak lebih dari cerita film Robin Hood serta cerita petugas pemadam kebakaran dimana dalam bertugas sering dipadamkan oleh apinya sendiri. Barangkali oleh karena imperialime ekonomi,sosial budaya dan politik yang terlampau merakyat / Turun ke bawah ( turba ) banyak kaum pergerakan juga memilih berintegrasi dengan kekuatan imperialis/komprador ini yakni : sama kerja- sama tidur-dan sama makan . Oleh karenanya sejarah pergerakan di nasional masih sangat terkait dengan iklim feodalisme yang belum tuntas, eksistensi yang berlebihan serta politisasi /sentralistis yang lebih berbau politis dari pada watak kerakyatannya. Sangat sedikit barisan pergerakan yang memilih berjuang bersama dengan rakyat. dan sangat lambat gerak juangnya oleh karena terbentur atau terpadamkan oleh apinya sendiri yakni orientasi ekonomi ( mencari hidup di organisasi ) dan lebih parahnya lagi para kaum gerakan yang sudah mulai punya nama , laik jual juga masih belum lepas dari virus partai bertopengkan demokrasi-feodal yang juga memakai strategi sentralistisme dan top down effect sehingga mereka sering terpeleset kaki dan berbangga diri jikalau sudah menjadi bagian didalamnya.

Perjuangan kaum gerakan sering terputus ditengah jalan seiring dengan kebuntuan organisasinya. Kaum pergerakan lebih sering ditaklukan oleh hidup dari pada menaklukan kehidupan itu sendiri . Organisasi berbau kerakyatan lebih banyak yang tercerai berai sehingga pertinggal bagi mereka adalah baunya , wataknya jangan harap apalagi sama berjuang dengan rakyat ….Utopisan. Persoalan keluarga, gelar akademis, suku, marga , agama masih sangatlah jauh dari retas sebaliknya symbol primordial dan keprimitifan ini sering diekspoitasi menuju singgasana kekuasaan pribadi atas nama partai, komunitas ataupun kelompok. Artinya, kaum pergerakan harus sudah lebih menggorganisir diri, mampu memahami sejarah dan meletakkanya sebagai rambu-rambu control gerakan dalam watak, bahasa dan laku agar tidak lagi menjadi bagian /terjebak dengan lakon oleh orde baru dibawah payung Soeharto agar sejarah dan kemerdekaan bangsa ini dapat dituntaskan dengan elegan sehingga rakyat tidak bingung dan terbodohi lagi. Makna dan isi dari perjuangan tersebut berada di pundak kaum muda yang bersatu dan berjuang bersama rakyat.

……………..Darah, tangis dan ratap telah dikorbankan mengalir diseluruh nadi darah muda kami kembali untuk melanjutkan perjuangan merebut kedaulatan rakyat dari tangan imperialisme walau noda dan maki harus kami terjang oleh karena harus berhadapan dengan bangsa sendiri yang berhati kanibal, bersemangat primitive dan bertopengkan demokrasi.,.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar